KicauanRakyat – Rinov Rivaldy sedang mengalami masalah non-teknis yang mempengaruhi performanya.
Padahal, bersama Pitha Haningtyas Mentari, Rinov seharusnya menjadi ujung tombak ganda campuran Indonesia di Pelatnas PBSI.
Rinov/Pitha menjadi salah satu pasangan yang diharapkan mampu tampil mewakili Indonesia pada Olimpiade Paris 2024.
Tumpuan dan harapan besar kepada pasangan yang sudah bertandem sejak 2017 itu tidak lepas dari posisi mereka yang baik dalam Race to Paris.
Mereka memimpin persaingan dalam negeri dengan menjadi ganda campuran terbaik Indonesia dalam ranking.
Namun, berada di garda terdepan tampaknya memberikan tekanan tersendiri bagi Rinov/Pitha.
Pasangan yang pernah merengkuh titel Juara Dunia Junior 2017 itu justru mengalami penurunan performa yang cukup masif dalam beberapa bulan terakhir.
Terbaru adalah kekalahan early exit mereka di empat turnamen elite pada awal tahun 2024 yaitu Malaysia Open, India Open, Indonesia Masters dan Thailand Masters.
Kecuali saat Indonesia Masters 2024 di mana Rinov/Pitha kalah di babak 16 besar, mereka selalu tersingkir di babak pertama dalam tiga penampilan lainnya.
Tekanan setelah kekalahan dari pasangan Jerman, Mark Lamsfuss/Isabel Lohau, di Thailand makin tidak tertahankan.
Dalam wawancara pasca-laga yang dibagikan PBSI, Rinov mengakui bahwa kondisi mentalnya sedang tidak baik-baik saja.
Kalimat Rinov menyiratkan hilangnya kepercayaan diri, keterpurukan, dan situasi buntu akibat dari kekalahan demi kekalahan di babak awal yang dia dan Pitha alami.
“Setelah ini saya akan berkomunikasi dahulu dengan pelatih. Saya akan bicara dulu. Kalau mental saya memang lagi drop, mungkin jangan ikut pertandingan dahulu,” kata Rinov.
Problem psikologis yang dialami Rinov menjadi perhatian tim Ad Hoc PBSI yang bertugas untuk mempersiapkan para pemain pelatnas menuju Olimpiade Paris 2024.
Melalui perwakilan Humas Tim Ad Hoc PBSI yaitu Yuni Kartika, permasalahan tentang Rinov kini sedang dicari jalan keluarnya.
Keinginan Rinov untuk absen akan mengancam kans penampilannya karena turnamen-turnamen dengan poin tinggi menanti pada periode akhir kualifikasi Olimpiade Paris 2024.
Di sisi lain, jika dipaksakan, hal seperti ini juga tak baik untuk sang atlet sendiri.
“Kalau itu yang mereka rasakan, ya kami sebagai tim harus menerima, mengerti, dan mencari jalan keluarnya seperti apa,” tandas Yuni.
Situasi di nomor ganda campuran memang paling berat. Merah Putih bak masih belum bisa menemukan suksesor sejati bagi duet emas Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Keputusan PBSI untuk memotong generasi dengan mendepak dua pasangan senior yaitu Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja pada 2022 tidak berjalan mulus.
Proses estafet ganda campuran Tanah Air di pelatnas justru terputus karenanya.
Gap antara dua pasangan yang didegradasi itu dan para pelapis di bawahnya, termasuk dalam jam terbang, cenderung masih agak lebar.
Persaingan ganda campuran di pelatnas akhirnya menyisakan Rinov/Pitha dan Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati.
Sayangnya, kedua pasangan ini pun sama-sama belum bisa menciptakan performa yang stabil. Asa meloloskan dua wakil ke Olimpiade Paris 2024 pun hampir mustahil.
Dalam ranking Race to Paris terkini Rinov/Pitha menempati peringkat ke-13 (51.184 poin) sedangkan Rehan/Lisa tertahan di peringkat ke-22 (48.260).
Di tengah-tengah mereka ada pasangan independen Dejan Ferdinansyah/Gloria Emanuelle Widjaja yang berada tepat di atas Rehan/Lisa, posisi ke-21 dengan 48.986 poin.
Padahal hanya 16 pasangan yang tampil di Olimpiade Paris. Selain itu, dua wakil senegara baru bisa berlaga jika mereka sama-sama ada di peringkat delapan besar.
“Posisi race ganda campuran itu belum aman, jadi kalau ada pemain ganda campuran merasa seperti itu (tekanan, red), saya sangat mengerti,” tutur Yuni.
Lalu apakah Ad Hoc PBSI merestui keinginan Rinov untuk rehat dari kompetisi? Yuni belum bisa memastikan.
Sejauh ini, Rinov masih terdaftar untuk ikut pada German Open 2024 (27 Februari – 3 Maret) tetapi absen dalam turnamen besar All England Open 2024 (12-17 Maret).
Yang kelas, Yuni menekankan bahwa setiap pilihan akan ada konsekuensi yang harus ditanggung.
“Iya (keputusan ada di tangan atlet), dengan plus-minusnya kami sajikan,” kata mantan pemain tunggal putri itu.
“Bagaimana pun mereka yang main, mereka yang akan menjalani. Kalau kami, inginnya harus berangkat, karena yang lain juga berangkat semua.”
“Kami tidak ada yang mau bolong (absen turnamen) terlepas hasilnya bagaimana.”
“Kami berusaha memberikan encouragement seperti itu. Bukannya tidak boleh (absen) tapi tetap, keputusan ada di atlet. Namun kami akan memberi pertimbangan,” jelasnya.