KicauanRakyat – Klaim tersebut diungkapkan oleh bekas pelatih dan pemain Barcelona, Ronald Koeman.
Ronald Koeman turut memberi pandangannya terkait nasib Xavi Hernandez di Barcelona saat ini.
Apa yang dialami Xavi Hernandez dimaklumi oleh Koeman lantaran dirinya sempat berada di posisi tersebut sewaktu masih di Barcelona.
Seperti diketahui Xavi memutuskan untuk pergi dari klub selepas musim 2023-2024 berakhir.
Juru taktik asal Spanyol tersebut memberikan konfirmasi terbuka terkait kepergiannya dari raksasa Catalunya.
Namun, tekanan hebat langsung dirasakan oleh Xavi selepas dirinya mengumumkan mundur.
Ia merasa kurang dihargai dan diapresiasi pencapaiannya selama menjabat sebagai pelatih.
Padahal di awal kedatangannya Xavi dianggap bisa mengembalikan pamor dan martabat Barcelona baik di Spanyol dan Eropa.
Musim perdananya sebagai entrenador secara penuh di klub membuahkan hasil apik dengan gelar Liga Spanyol 2022-2023.
Akan tetapi, tekanan hebat begitu diterima Xavi ketika Barcelona dalam kondisi terpuruk.
Kondisi itu mendapat perhatian dari Koeman yang digantikan posisinya pada November 2021.
Menurut pelatih asal Belanda tersebut keluhan juniornya itu patut dimaklumi.
Tekanan dan stres juga dialami Koeman sewaktu masih berada di kursi panas pelatih El Barca.
“Saya menderita karena tekanan dan stres.”
“Itu adalah pekerjaan tersulit yang pernah saya lakukan.”
“Saya memahami Xavi. Dalam kasus saya dibandingkan dengan Xavi, saya memiliki konflik dengan presiden [Joan Laporta].”
“Dalam kasusnya, sebagai orang Catalunya dan anak klub, ia juga menemukan bahwa menjadi pemain jauh lebih menyenangkan dan indah daripada menjadi pelatih.”
“Itu [menjadi pelatih] juga sangat sulit bagi saya,” tutur Koeman menambahkan.
Lebih jauh, Koeman juga menilai media eksternal dan konflik internal terutama politik di dalam klub semakin memberatkan kerja Xavi.
“Dengan segala hormat, Xavi adalah seorang pelatih di Qatar,” kata Koeman melanjutkan.
“Kemudian dia bergabung dengan Barcelona. Di sana semuanya akan menjadi tanggung jawab Anda.”
“Dia selalu dipuji, tetapi sekarang juga melihat sisi lain. Media memiliki senjata untuk Anda dan situasi politik di klub juga tidak bagus.”
“Masalahnya terletak pada pimpinan klub.”
“Mereka harus memastikan bahwa seorang pelatih dapat berfungsi dengan baik.”
“Saya tidak pernah mengalami gangguan mental, tetapi saya menderita karena tekanan dan stres dari klub.”
“Tidaklah menyenangkan ketika anak-anak asuh Anda menangis ketika Anda kalah dalam sebuah pertandingan,” ucap pelatih timnas Belanda tersebut mengakhiri.